-->

I'TIKAF RAMADHAN

I'TIKAF RAMADHAN

Di antara rangkaian ibadah-ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan/disunnahkan oleh Rasulullah SAW adalah i'tikaf. Setiap muslim dianjurkan(disunnahkan) untuk beri'tikaf di masjid, terutama sepuluh hari terakhir Ramadhan. I'tikaf merupakan sarana meningkatkan kualitas ketaqwaan yang sangat efektif bagi muslim dalam memelihara keislaman, khususnya dalam era globalisasi, materialisasi dan informasi saat ini. Pengembaraan ruhani akan menjadi sempurna apabila telah kita lengkapi dengan i'tikaf di masjid. Dengan i'tikaf, sejenak kita tinggalkan segala urusan dunia, kita isi ruhani kita dengan berbagai aktifitas ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya.





 
1. Definisi i'tikaf 
Para ulama telah berijma(bersepakat) mendefinisikan i'tikaf yaitu berdiam atau tinggal di masjid dengan adab-adab tertentu, pada masa tertentu dengan niat ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT. Ibnu Hazm berkata: I'tikaf adalah berdiam di masjid dengan niat taqarrub kepada Allah SWT pada waktu tertentu pada siang atau malam hari. (AI-Muhalla V/179)
 
2.    Hukum i'tikaf 
Para ulama telah berijma' bahwa i'tikaf khususnya 10 hari terakhir bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyari'atkan dan disunnatkan oleh Rasulullah SAW. Aisyah, Ibnu Abbas dan Anas ra meriwayatkan: "Aisyah ra berkata Rasulullah ber'itikaf pada sepuluh hari terakhirdari bulan Ramadhan hingga la meninggal dunia. Kemudian isteri-isteri beliaujuga beri'tikafsetelah wafatnya.“ (HR. Bukhari-Muslim)
 
Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, kacuali pada tahun wafatnya, beliau beri'tikaf selama 20 hari. Demikian halnya para shahabat dan isteri beliau senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung ini.
 
3.    Macam-macam i'tikaf 
I'tikaf yang disyari'atkan ada dua macam :
a. I’tikaf sunnah
I'tikaf sunnah yaitu yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk bertaqarrub kepada Allah SWT seperti i'tikaf 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

b. I'tikaf wajib
I'tikaf yang wajib yaitu yang didahului dengan nazar (janji), seperti: "Kalau Allah SWT menyembuhkan sakitku ini, maka aku akan beri'itikaf.”
 
4.    Waktu i'tikaf 
Untuk i'tikaf wajib tergantung pada beberapa lama waktu yang dinazarkan, sedangkan i'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu kapan saja pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat. Ya'la bin Umayyah berkata: "Sesungguhnya aku berdiam satujam di masjid tak lain hanya untuk i'tikaf"
 
5.    Syarat-syarat i'tikaf 

Orang yang i'tikaf harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.    Muslim
b.    Berakal
c.    Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas
Oleh karena itu tidak diperbolehkan bagi orang kafir, anak yang belum mumayyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh, nifas.

6.    Rukun-rukun i'tikaf 


a.    Niat i'tikaf
b.    Berdiam di Masjid
 
Dalam pelaksanaan i'tikaf ada dua hal yang harus diperhatikan: 
  • Pertama, i'tikaf dilaksanakan di setiap masjid yang dipakai shalat berjamaah lima waktu. Hal ini dalam rangka menghindari seringnya keluar dan untuk menjaga pelaksanaan shalat berjamaah setiap waktu. 
  • Kedua, agar i'tikaf itu dilaksanakan di masjid yang dipakai buat shalat Jum'at, sehingga orang yang i'tikaf tidak perlu meninggalkan tempat i'tikafnya menuju masjid lain untuk shalat Jum'at. Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah bahwa yang afdhal yaitu i'tikaf di masjid jami', karena Rasulullah SAW i'tikaf dimasjid jami'. Lebih afdhal di tiga masjid: Masjid AI-Haram, Masjid An-Nabawi, dan Masjid AI-Aqsha.

7.    Awal dan akhir i'tikaf
 
Khusus i'tikaf Ramadhan waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke 21. Sebagaimana sabda Rasullulah SAW: "Barang siapa yang mau i'tikaf 10 hari terakhir Ramadhan" (HR. Bukhari). 

10 di sini adalah jumlah malam, sedangkan malam pertama dari 10 itu adalah ke 20 atau 21.

Adapun waktu keluar atau berakhirnya, kalau i'tikaf dilakukan pada waktu 10 malam terakhir yaitu setelah terbenam matahari, hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai led (hari raya-pen).

8.    Hal-hal yang disunnahkan waktu i'tikaf

Agar orang yang i'tikaf memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT, seperti shalat, membaca Al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, do'a dan sebagainya. Termasuk di dalamnya pengajian, ceramah, ta'lim, diskusi ilmiah, tela'ah buku tafsir, hadits, sirah(sejarah), dan sebagainya. Namun yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama meninggalkan segala aktifitas lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.

9.    Hal-hal yang dibolehkan bagi mu'takif (orang yang beri'tikaf)
 
  • Keluar dari tempat i'tikaf untuk mengantar istri sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap isterinya Shafiyah ra. (HR. Bukhari-Muslim)
  • Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku,membersihkan kotoran tubuh dan bau badan.
  • Keluar dari tempat karena ada keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
  • Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.

10. Hal-hal yang membatalkan i'tikaf 
  • Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan walaupun sebentar, karena meninggalkan salah satu rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid.
  • Murtad (keluar dari agama Islam).
  • Hilangnya akal, karena gila atau mabuk.
  • Haidh
  • Nifas
  • Berjima(melakukan hubungan suami istri), QS:2:187. Akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri-istrinya.
  • Pergi shalat Jum'at (bagi mereka yang membolehkan i'tikaf di mushalla yang tidak dipakai shalat Jum'at)

11. I'tikaf bagi wanita muslimah 

I'tikaf disunnahkan bagi wanita sebagaimana disunnah bagi pria. Selain ayat-ayat yang disebutkan tadi, i'tikaf bagi kaum wanita harus memenuhi syarat-syarat lain:

  • Mendapat izin(ridha) suami atau orang tua. Hal itu disebabkan karena ketinggian hak suami bagi istri yang wajib ditaati, dan juga dalam rangka menghindari fitnah yang mungkin terjadi.
  • Agar tempat i'tikaf wanita memenuhi kriteria syari'at. Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syarat i'tikaf adalah masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat tentang masjid yang dapat dipakai beri'tikaf. Tetapi yang lebih afdhal ialah tempat shalat di rumahnya. Oleh karena bagi wanita tempat shalat di rumahnya lebih afdhal dari masjid. Dan masjid di wilayahnya lebih afdhal dari masjid raya. Selain lebih seiring dengan tujuan umum syari'at Islamiyyah hal tersebut untuk menghindarkan wanita semaksimal mungkin dari tempat keramaian kaum pria, seperti tempat ibadah di masjid. Itulah sebabnya wanita tidak diwajibkan shalat Jum'at dan shalat jama'ah di masjid. Dan seandainya ke masjid ia harus berada dibelakang. Kalau demikian, maka i'tikaf yang justru membutuhkan waktu yang lama di masjid . Seperti tidur, makan, minum, dan sebagainya lebih dipertimbangkan lagi. Ini tidak berarti i'tikaf bagi wanita di masjid tidak dibolehkan. Wanita bisa saja i'tikaf di masjid dan bahkan lebih afdhal apabila masjid tersebut aman bagi wanita (tidak menimbulkan ma'siat baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi orang lain) misalnya masjid tersebut menempel dengan rumahnya, atau jama'ahnya hanya wanita dan sebagainya.

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter