TIDAK MEMENUHI
HAK-HAK PEKERJA
Dalam hubungan
antara pemilik usaha dengan pekerja, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam
menganjurkan disegerakannya pemberian hak pekerja, beliau bersabda :
أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قبل أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya” [HR Ibnu Majah, 2/817; Shahihul Jami’ 1493]
image: pixabay.com |
Salah satu
bentuk kezhaliman di tengah masyarakat muslim adalah tidak memberikan hak-hak
pegawai, pekerja, karyawan atau buruh sesuai dengan yang semestinya. Bentuk
kezhaliman itu beragam di antaranya :
1. Sama sekali
tidak memberikan hak-hak pekerja, sedang si pekerja tidak memiliki bukti. Dalam
hal ini, meskipun si pekerja kehilangan haknya di dunia, tetapi di sisi Allah
pada hari kiamat kelak, hak tersebut tidak hilang. Orang zhalim itu karena
telah memakan harta orang yang dizhaliminya, diambil daripadanya kebaikan yang
pernah ia lakukan untuk diberikan kepada orang yang dizhalimi. Jika kebaikannya
telah habis, maka dosa yang ia zhalimi itu diberikan kepadanya, lalu ia
dicampakkan di neraka.
2. Mengurangi
hak pekerja dengan cara yang tidak dibenarkan. Allah Subhanahu wata’ala
berfirman :
“kecelakaan besarlah bagi mereka yang curang” (Al-Muthaffifin :1)
Hal itu
sebagaimana banyak dilakukan pemilik usaha terhadap para pekerja yang datang
dari daerah. Di awal perjanjian, mereka sepakat terhadap jumlah upah tertentu.
tetapi jika si pekerja telah terikat dengan kontrak dan memulai pekerjaannya,
pemilik usaha mengubah secara sepihak isi perjanjian lalu mengurangi dan
memotong upah pekerjaannya dengan berbagai dalih. Si pekerja tentu tidak bisa
berkutik dengan posisinya yang serba sulit; antara kehilangan pekerjaan dan
upah di bawah batas minimum. Bahkan terkadang si pekerja tak mampu membuktikan
hak yang mesti ia terima, akhirnya si pekerja hanya bisa mengadukan halnya
kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Jika pemilik
usaha yang zhalim itu seorang muslim sedang pekerjanya seorang kafir, maka
kezhaliman yang dilakukannya termasuk bentuk menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah, sehingga dialah yang menanggung dosa orang tersebut.
3. Memberi
pekerjaan atau menambah waktu kerja (lembur), tetap hanya memberikan gaji pokok
dan tidak memperhitungkan pekerjaan tambahan dan waktu lembur.
4. Mengulur-ulur
pembayaran gaji, sehingga tidak memberikan gaji kecuali setelah melalui usaha
keras pekerja, baik berupa pengaduan, tagihan, hingga usaha lewat pengadilan.
Mungkin maksud
pengusaha menunda-nunda pemberian gaji agar si pekerja bosan, lalu meninggalkan
haknya dan tidak lagi menuntut. Atau selama tenggang waktu tertentu, ia ingin
menggunakan uang pekerja untuk suatu usaha. Dan tidak mustahil ada yang
membungakan uang tersebut, sedang pada saat yang sama, para pekerja merana
tidak mendapatkan apa yang dimakan sehari-hari, juga tak bisa mengirim nafkah
kepada keluarga dan anak-anaknya yang sangat membutuhkan, padahal demi
merekalah para pekerja itu membating tulang jauh di negeri orang. Sungguh
celakalah orang yang zhalim itu, kelak pada hari kiamat mereka akan mendapat
siksa yang sangat pedih dari Allah Subhanahu wata'ala.
Dalam riwayat
dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu disebutkan, bersabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam : Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Tiga jenis (manusia) yang aku menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, laki-laki yang memberi dengan namaKu lalu berkhianat, laki-laki yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan harga uang hasil penjualannya dan laki-laki yang mempekerjakan, sedang ia memenuhi pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya” (HR.Al-Bukhari, Fathul Bari :5/211).
Post a Comment
Post a Comment