-->

Ustadzah, Apa Boleh Menganggap Sial atau Apes Gara-gara Mendengar Suara Burung Tertentu?

Ustadzah, Apa Boleh Menganggap Sial/Apes atau Beruntung Gara-gara Mendengar Suara Burung Tertentu?

image: pixabay.com


Tidak Ada 'Adwa, Thiyarah, Hamah dan Shafar

Jawab:

Alhamdulillaah, ash-sholaatu was-salaamu 'alaa Rasuulillaah, Muhammadin ibni 'Abdillaah, wa 'alaa aalihi wa shobihi wa man tabi'ahum bi ihsaan ilaa yaumil qiyaamah. Wa ba'd.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman yang artinya:
"Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (Al-A'raf: 131)
"Mereka (para rasul) berkata: "Kesialan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib sial?). Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas."." (Yasin: 19)

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah dan shafar." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam salah satu riwayat Muslim, disebutkan tambahan: "... dan tidak ada nau' serta ghul."
'Adwa: penjangkitan atau penularan penyakit. 
Maksud sabda Nabi disini ialah untuk menolak anggapan mereka ketika masih hidup di zaman jahiliyah bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah Ta'ala. Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan keberadaan penjangkitan atau penularannya; sebab, dalam riwayat lain, setelah hadits ini, disebutkan: "... dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa." (HR Al-Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa, penjangkitan atau penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak dan takdir Ilahi, namun sebagai insan muslim disamping iman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan tindakan preventif sebelum terjadi penularan sebagaimana usahanya menjauh dari terkaman singa. Inilah hakekat iman kepada takdir Ilahi.
Thiyarah: merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
Hamah: burung hantu. 
Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya; apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud sabda beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah dan sudah ditentukan oleh-Nya.

Shafar: bulan kedua dalam tahun Hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharram. 
Orang-orang jahiliyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Yang demikian dinyatakan tidak ada oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan termasuk dalam anggapan seperti ini: merasa bahwa hari Rabu mendatangkan sial, dll. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Islam.
Nau': bintang; arti asalnya adalah: tenggelam atau terbitnya suatu bintang. 
Orang-orang jahiliyah menisbatkan hujan turun kepada bintang ini, atau bintang itu. Maka Islam datang mengikis anggapan seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah 'Azza wa Jalla.
Ghul: hantu (genderuwo), salah satu makhluk jenis jin. 
Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi disini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah serta tidak bertawakkal kepada-Nya. Inilah yang ditolak oleh beliau; untuk itu dalam hadits lain beliau bersabda: "Apabila hantu beraksi menakut-nakuti kamu, maka serukanlah adzan", artinya: tolaklah kejahatannya itu dengan berdzikir dan menyebut Allah. Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad dalam Al-Musnad.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tidak ada 'adwa dan thiyarah, tetapi fa'l menyenangkan diriku." Para sahabat bertanya: "Apakah fa'l itu?" Beliau menjawab: "Yaitu kalimah thayyibah (kata-kata yang baik)."
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad shahih dari 'Uqbah bin 'Amir, ia berkata: 
"Thiyarah disebut-sebut di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau pun bersabda: "Yang paling baik adalah fa'l, dan thiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Apabila salah seorang diantara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkannya maka supaya berdoa: "Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Engkau; tiada yang dapat menolak keburukan selain Engkau; dan tiada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Engkau."
Abu Dawud meriwayatkan pula hadits marfu' dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu:
"Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik; dan tiada seorang pun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya."
Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas'ud.

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu 'Amr, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya (kepentingannya) karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik." Para sahabat bertanya: "Lalu apakah sebagai tebusannya?" Beliau menjawab: "Supaya dia mengucapkan: Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau; tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau; dan tiada Sembahan yang hak selain Engkau..."
Imam Ahmad meriwayatkan pula hadits dari Al-Fadhl ibn Al-'Abbas Radhiyallahu 'anhu:
"Sesungguhnya thiyarah itu ialah yang menjadikan kamu terus melangkah atau mengurungkan niat (dari keperluanmu)."
Wa allaahu a'lam bish-showaab.

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter