MAKAN UANG RIBA
Dalam kitab suci
Al Qur’an, Allah Subhanahu wata'ala tidak pernah memaklumkan perang kepada
seseorang kecuali kepada pemakan riba, Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu” (Al Baqarah: 278-279).
Cukuplah ayat
diatas sebagai petunjuk betapa keji dosa riba di sisi Allah Subhanahu wata'ala.
Orang yang mememperhatikan pengaruh riba dalam kehidupan individu hingga
tingkat negara, niscaya akan mendapatkan kesimpulan, malakukan kegiatan riba
akan mengakibatkan kerugian, kebangkrutan, kelesuan, kemandegan, dan kelemahan.
Baik karena lilitan utang yang tak terbayar atau berupa kepincangan ekonomi,
tingginya angka pengangguran, ambruknya perseroan dan usaha bisnis. Di samping
itu kegiatan riba menjadikan hasil keringat dan jerih payah kerja tiap hari
hanya dikonsentrasikan untuk membayar bunga riba yang tak pernah ada akhirnya.
Ini berarti menciptakan kesenjangan sosial, membangun gunung rupiah untuk satu
kelompok masyarakat yang jumlahnya minoritas di satu sisi dan di sisi lain
menciptakan kemiskinan di tengah masyarakat yang jumlahnya mayoritas yang sudah
merana dan papa. Barang kali inilah salah satu potret kalazhiman dari kegiatan
riba, sehingga Allah Tabaroka wata’ala memaklumkan perang atasnya.
image: pixabay.com |
Semua pihak yang
berperan dalam kegiatan riba, perantara, atau pembantu kelancaran kegitan riba
adalah orang-orang yang dilaknat melalui lisan Muhammad Shallallahu’alaihi
wasallam :
Dari Jabir Radhiallahu'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis, dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya. ia berkata : “mereka itu sama (saja)” (HR Muslim : 3/219).
Berdasarkan
hadits di atas, maka setiap umat Islam tidak diperkenankan bekerja sebagai
sekretaris, petugas pembukuan, penerima uang nasabah, nasabah, pengantar uang
nasabah, satpam dan pekerjaan lainnya yang mendukung kegiatan riba.
Sungguh
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah menerangkan betapa buruk kegiatan
riba tersebut.
Abdullah Bin
Mas’ud Radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda :
“Riba itu (memiliki) tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan dari padanya adalah seperti (dosa) seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri). Dan sejahat-jahat riba adalah kehormatan seorang muslim” (HR Al Hakim dalam Al Mustadrak, 2/27; shahihul jam’ :2533).
Juga dalam sabda
beliau Shallallahu'alaihi wasallam :
“Sedirham (uang) riba yang dimakan oleh seorang laki-laki sedang dia mengetahui (uang itu hasil riba) lebih keras (siksaanya) daripada tiga puluh enam kali berzina” (HR Imam Ahmad: 5/225, lihat shahihul jami’ : 3375).
Pengharaman riba
berlaku umum, tidak dikhususkan sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang,
hanya antara si kaya dengan si miskin. Pengharaman itu berlaku untuk semua
orang dan dalam semua keadaan.
Betapa banyak
kita saksikan bangkrutnya pedagang-pedagang besar dan orang-orang kaya karena
melibatkan diri dalam kegiatan ribawi. Atau paling tidak, berkah uang riba
tersebut meski jumlahnya banyak dihilangkan oleh Allah Tabaroka wata’ala.
Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“(Uang) riba itu meski (pada awalnya) banyak, tetapi pada akhirnya ia akan (menjadi) sedikit: (HR Al Hakim, 2/37, shahihul jami’ : 3542).
Riba juga tidak
dikhususkan pada jumlah peredaran uang, sehingga dikatakan kalau dalam jumlah
banyak, riba itu haram dan kalau sedikit tidak. Sedikit atau banyak riba
hukumnya haram. Orang yang memakan atau mengambil uang riba, kelak dia akan
dibangkitkan dari dalam kuburnya pada hari kiamat seperti bangkitnya orang yang
kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.
Meskipun riba
adalah suatu dosa yang sangat keji, tetapi Allah tetap menerima taubat orang
yang hendak meninggalkan perbuatan tersebut. Langkah yang harus ditempuh oleh
orang yang benar-benar taubat dari kegiatan riba adalah sebagaimana dituturkan
firman Allah Subhanahu wata'ala :
“Dan jika kamu bertaubat (dari kegiatan dan pemanfaatan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (Al Baqarah : 279).
Dengan mengambil
langkah tersebut, maka keadilan benar-benar terwujud. Setiap pribadi muslim
harus menjauhkan diri dari dosa besar ini, memandangnya sebagai sesuatu yang
buruk dan keji. Bahkan orang-orang yang meletakkan uangnya di bank-bank
konvensional (ribawi) karena terpaksa disebabkan takut hilang atau dicuri,
hendaknya ia benar-benar merasakannya sebagai sesuatu yang sangat terpaksa.
Yakni keterpaksaan itu sebanding dengan keterpaksaan orang yang makan bangkai
atau lebih dari itu, dengan tetap memohon ampun kepada Allah dan berusaha untuk
mencari gantinya, bila memungkinkan. Orang-orang itu tidak boleh meminta bunga
deposito dari bank-bank tersebut. Jika bunga itu di masukkan dalam rekeningnya,
maka ia harus menggunakan uang tersebut untuk sesuatu yang dibolehkan (seperti untuk
membangun WC umum atau yang semisalnya), sebagai bentuk penghindaran dari uang
tersebut, tidak sebagai sedekah. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Baik tidak
mnerima sesuatu kecuali yang baik. Ia tidak boleh mamanfaatkan uang riba
tersebut dalam bentuk apapun. Tidak untuk makan, minum, pakaian, kendaraan,
atau tempat tinggal. Juga tidak boleh untuk diberikan sebagai nafkah kepada
istri, anak, bapak, atau ibu. Juga tidak boleh untuk mengeluarkan zakat,
membayar pajak, atau menjadikannya sarana untuk menolak kezaliman yang
menimpanya. Tetapi hendaknya ia membebaskan diri daripadanya karena takut
kepada siksaan Allah Subhanahu wata'ala.
Post a Comment
Post a Comment